singa nomor togelnya berapa

rtp mediaslot78 - Review Film: The Architecture of Love

2024-10-08 23:52:54

rtp mediaslot78,pendislot,rtp mediaslot78Jakarta, CNN Indonesia--

Sebelum menonton The Architecture of Love, saya sempat ragu film ini sama seperti film romansa pada umumnya yang sarat akan dialog-dialog puitis yang terkadang terdengar menggelikan.

Keraguan itu semakin bertambah di benak saya saat awal film menggambarkan kasus perselingkuhan yang dialami Raia (Putri Marino). Rasanya saya mulai jenuh menonton film maupun serial yang mengangkat kisruh rumah tangga yang dikemas dengan begitu-begitu saja.

Lihat Juga :
Sinopsis The Architecture of Love, Asmara Penulis Bersemi di New York

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akting memuaskan Putri Marino sebenarnya sudah saya akui sejak film pertamanya, Posesif, yang tayang 2017 lalu. Tak heran ia menyabet penghargaan Aktris Terbaik Festival Film Indonesia lewat perannya di film tersebut.

Saya juga menyukai aktingnya dalam serial Layangan Putus maupun Gadis Kretek.

The Architecture of Love menjadi film terbaru yang diadaptasi dari novel Ika Natassa. Film itu menampilkan Putri Marino dan Nicholas Saputra sebagai pemeran utama.Review he Architecture of Love: Putri Marino membawakan karakter Raia tidak dengan berlebihan, tetapi berhasil membuat emosi yang ia rasakan sampai dengan mulus ke penonton. (dok. StarVision Plus/Karuna Pictures/Legacy Pictures via IMDb)

Namun, saat memerankan karakter Raia, sulit bagi saya untuk tidak semakin terkesima dengan kepiawaian sang aktris, terutama mimik wajahnya yang terlihat natural saat berdialog dengan lawan mainnya.

Akting Putri Marino pun turut diimbangi oleh Nicholas Saputra sebagai River. Walaupun harus saya akui di beberapa adegan saya merasa sedikit janggal dengan aktingnya terutama saat menangis.

Pilihan Redaksi
  • Review Film: Civil War
  • Review Film: Abigail
  • Review Film: Kingdom of the Planet of the Apes
  • Review Film: Menjelang Ajal

Namun, hal itu tak mengurangi keindahan chemistryantara Raia dan River. Bisa dibilang perpaduan keduanya merupakan nyawa film ini.

Teddy Soeriaatmadja tampaknya memang ingin mengemas The Architecture of Love dengan tidak berlebihan. The Architecture of Love secara sederhana memperlihatkan usaha dua manusia berdamai dengan trauma hidupnya masing-masing.

Film yang diangkat dari novel Ika Natassa ini memperlihatkan bahwa trauma bisa berdampak bagi setiap orang. Hal itu tampak jelas dari karakter Raia dan River yang memiliki cara berbeda dalam menghadapi trauma yang mereka alami.

Penonton diajak mengikuti perjalanan Raia dan River mulai dari berkenalan hingga terlibat konflik. Perasaan campur aduk terasa selama 110 menit menyaksikan The Architecture of Love.

Mulai dari senyum-senyum sendiri melihat adegan menggemaskan Raia dan River, kesal melihat River yang sering tiba-tiba menghilang, hingga sedih mengetahui latar belakang River.

[Gambas:Video CNN]



Film ini juga mengandung beberapa dialog-dialog puitis tapi tidak terdengar menggelikan karena ditempatkan dalam konteks yang tepat. Misalnya dialog "tidak semua yang kosong harus diisi" yang diucapkan River. Rasanya dialog itu mungkin terdengar hambar jika dilontarkan di sembarang adegan.

The Architecture of Love seolah menjadi pembuktian bahwa film romansa tidak harus melulu dipenuhi ucapan manis nan romantis.

The Architecture of Love menjadi film terbaru yang diadaptasi dari novel Ika Natassa. Film itu menampilkan Putri Marino dan Nicholas Saputra sebagai pemeran utama.Review Film: The Architecture of Love bisa dibilang juga menjadi fan service bagi penggemar Nicholas Saputra.  (dok. StarVision Plus/Karuna Pictures/Legacy Pictures via IMDb)

Film ini juga menyinggung bahwa tidak pernah ada manusia yang terbiasa dengan patah hati meski telah mengalaminya berulang kali lewat karakter Erin yang diperankan Jihane Almira. Sejumlah plot twistpun dihadirkan yang membuat film ini terasa lebih segar.

Pilihan Redaksi
  • Review Serial: Parasyte The Grey
  • Review Film: Dua Hati Biru
  • Review Film: Challengers

The Architecture of Love bisa dibilang juga menjadi fan service bagi penggemar Nicholas Saputra. Di film ini, pria yang akrab Nicsap itu memperlihatkan range aktingnya dalam memerankan River yang memiliki karakter tak menentu.

Sepanjang menyaksikan film, tak sedikit penonton yang berteriak histeris melihat River dengan tingkah manisnya, tapi kemudian menggerutu karena kesal melihat sifatnya yang suka ghosting.

Mengambil latar di New York, The Architecture of Love nyatanya tidak sekadar memperlihatkan keindahan kota itu saja seperti layaknya film-film Indonesia yang syuting di luar negeri.

Lewat karakter River yang merupakan seorang arsitek, film ini turut menceritakan sejarah dan keunikan dari sejumlah bangunan di New York.

Terlepas dari semua keunggulannya, sayangnya saya merasa kurang puas dengan akhir dari film ini The Architecture of Love yang sekaligus menjawab takdir Raia dan River. Bagi saya, resolusinya terlalu sederhana dan seolah tidak ada pilihan yang lebih baik.

Meski ditutup dengan akhir yang kurang memuaskan bagi saya, The Architecture of Love tetap bisa dibilang menjadi film yang indah dan romantis tanpa perlu banyak banjir kata-kata manis.

[Gambas:Youtube]



(end/end)